18 April 2009

SARI PEDIATRI EDISI JUNI 2008

Penggunaan Antibiotik secara Bijak untuk mengurangi resistensi antibiotic, studi intervensi di bagian kesehatan anak RS dr.Kariadi
Metode : one group pretest and post test
Kesimpulan : pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kualitas penggunaan antibiotic.
Bayi dan anak lebih sering sakitsehingga lebih beresiko mendapatkan antibiotic yang kurang tepat. Kekhawatiran tidak dapat membedakan infeksi bacterial dari sebab lain demam merupakan alasan utama dokter memberikan antibiotic pada hamper semua anak demam.
Masalah terbesar dalam penggunaan antibiotic ternyata bukanlah kesalahan dalam menentukan dosis, lama pemberian, atau jenis antibiotic, melainkan pada hal yang mendasar, yaitu pengenalan ada tidaknya indikasi pemberian antibiotic.
Menurut Pomeranz AJ dkk, alasan yang benar untuk memberikan antibiotic pada kasus demam adalah ada tidaknya risiko tinggi infeksi bacterial berat atau derajat berat penyakit (menurut criteria Yale), ada tidaknya focus infeksi bacterial (meningitis, otitis media, pneumonia, GE bacterial, ISK, infeksi kulit) (menurut criteria Rochester), serta usia kurang dari 3 bulan.
Pada pasien pediatric, umur merupakan salah satu pertimbangan untuk memberikan antibiotic. Beberapa senter pelayanan kesehatan menyarankan pemberian antibiotic empiric dalam 3 hari pertama bila pasien demam berusia kurang dari 2-3 bulan, karena pada usia tersebut, adanya focus infeksi atau pun tanda-tanda infeksi bacterial yang berat (serious bacterial infection / SBI) masih sulit terdeteksi, padahal risiko SBI pada usia tersebut dukup besar. Pada kasus pneumonia dan SRPS terjadi penurunan skor yang bermakna akibat penggunaan kombinasi antibiotic sefotaksim dan kloramfenikol. Panduan dari sub bagian pulmonologi menetapkan bahwa antibiotic terpilih pada pneumonia sebelum ada hasil biakan adalah kombinasi ampisilin-kloramfenikol bila pasien berusia lebih dari 3 bulan, karena penyebab terbanyak pneumonia pada usia tersebut adalah H.influenza dan S.pneumoniae.
Beberapa dokter dalam penelitian ini mengganti ampisilin dengan sefotaksim karena kasus dianggap berat, sehingga kombinasi terapi menjadi sefotaksim dan kloramfenikol, dengan harapan mendapatkan efek terapeutik yang lebih baik. Padahal kedua obat ini justru bersifat antagonistic. Kombinasi kloramfenikol (bakteriostatik) dengan sefotaksim (bakterisid) justru mengurangi/menghilangkan efektifitas sefotaksim, menyebabkan problem resistensi (selective pressure) lebih besar, biaya lebih mahal, dan lebih toksik. Terapi sefotaksim atau kloramfenikol saja, atau benzyl penisilin-gentamisin pada kasus-kasus pneumonia berat akan lebih tepat daripada kombinasi sefotaksim dengan kloramfenikol. Bila curiga telah terjadi resistensi penisilin, WHO merekomendasikan mengganti ampisilin dengan golongan penisilin-resisten terhadap-betalaktamase (misalnya gol.kloksasilin), atau kombinasi gol.penisilin dengan antibetalaktamase (sulbaktam,klavulanat) bukan dengan sefotaksim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar