23 Juni 2010

let's think..

Kadang terpikir “kok bisa ya ada orang yang setega itu?”. “apa rasa kasih dan takut sudah gak ada di dunia ini?”. “kok bisa gampang banget membunuh seorang anak kecil yang gak berdosa?”.
Kalau kita melihat dan mendengar berita di televisi akhir2 ini mengenai kekerasan, bahkan pembunuhan terhadap anak, membangkitkan emosi kita untuk ikut menghakimi bahkan mengadili. Ya, sadis dan kejam!!anak kecil sebagai individu yang kecil dan lemah selalu menjadi korban nafsu orang dewasa. Dimana letak kesalahan masyarakat kita?apakah didikan dari kecil yang salah, menyebabkan seseorang tumbuh menjadi individu yang berjiwa kejam?atau lingkungan sekitar dimana kita tumbuh menyebabkan kita juga bertumbuh menjadi sama seperti lingkungan yang buruk itu?berarti orangtua dan lingkungan sekitar berperan sangat besar dalam pembentukan individu-individu ini.
Saya tidak melihat dari sisi anak kecil yang menjadi korban,tapi saya ingin menyoroti dari sisi pelaku kekerasan yang kejam ini. Mengapa mereka bisa menjadi individu yang sedemikian kejam,yang tidak bisa berpikir panjang menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang benar dan mana yang salah? Yang hanya bisa memuaskan nafsu sesaat dan tidak bisa mengontrol emosi, sehingga harus menyelesaikan masalah dengan MEMUKUL, MEMBAKAR, MENYAKITI, bahkan MEMBUNUH hanya karena ketakutan dan kepanikannya.
Bagaimana sebenarnya didikan orangtua mereka dulu?bagaimana lingkungan tempat mereka dibesarkan dulu?apakah mungkin orangtua mengajarkan anak2 mereka untuk menyakiti?apakah lingkungan mereka dulu merupakan kumpulan orang2 preman yang sadis?yang juga suka menyakiti oranglain?
Menurut saya, tidak ada orangtua yang mengajarkan anaknya membunuh, yang ada hanyalah orangtua yang tidak bisa mengontrol emosi mereka sehingga dalam memecahkan atau menghadapi masalah dalam rumah tangga mereka selalu mengandalkan kekerasan dan keputusasaan, sehingga yang ada dalam rumah tangga itu hanyalah KERIBUTAN, PERTENGKARAN, KESEDIHAN, KEPUTUSASAAN, JALAN PINTAS. Bukannya KETENANGAN, MUSYAWARAH, KEDAMAIAN, SUKACITA, UCAPAN SYUKUR, USAHA, KERJA KERAS. Itulah yang menyebabkan anak2 tumbuh menjadi individu yang buruk dan susah mengendalikan diri mereka, sehingga saat besar dapat menjadi individu yang buruk.
Jadi apa yang dapat kita pelajari dari kasus ini?tidak perlu kita ikut2 an menghakimi atau mengadili, karena itu sudah ada bagiannya sendiri. Sekarang yang perlu kita pelajari adalah bagaimana kita menciptakan anak2 kita menjadi individu yang dapat bersosialisasi dengan baik, dapat membawa diri mereka dan mengenal siapa diri mereka dengan baik, dapat mengendalikan emosi mereka dengan baik, dapat menjadi individu yang ceria, bersukacita, selalu mengucap syukur, dan yang lebih penting adalah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bukan hanya sekedar tau mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Anak adalah anugrah Tuhan yang indah dan besar buat orangtua. Seperti jika kita mempunyai berlian atau permata yang berharga ratusan juta rupiah, pasti kita tidak ingin permata itu rusak, kotor atau bahkan tergores sedikit saja bukan?maka sudah seharusnya seperti itulah kita menjaga anak2 kita. Bagaimana caranya?bukan hanya dengan pendidikan agama, tetapi juga dengan menjadi contoh sehari2. Menjadi teladan bagi anak2 kita, menjadi cermin buat mereka, menjadi pola.
Nah, kalo sudah begini, banyak hal yang harus kita pikirkan sebelum menjadi orangtua kan?bukan hanya kesiapan financial atau mental saja, tetapi sudahkah kita bisa menjadi contoh nantinya bagi mereka?tentu saja diawali dengan dapat menjadi contoh bagi orang lain sekitar kita. Jadi sebenarnya masalahnya tidak sederhana, tetapi sangat KOMPLEKS. Tidak perlu ribut, tidak perlu ikut mengadili, tidak perlu menjudge orang berlebihan, tetapi mari kita semua bergandengan tangan sama2 membentuk anak menjadi individu yang benar saat mereka menjadi dewasa nanti. Mulailah dari keluarga kita masing2. Kita harus bisa memutus rantai kehidupan yang sudah salah. Pelaku kekerasan berawal dari korban kekerasan, dan korban kekerasan terjadi karena pelaku mendapat kekerasan pula, begitu seterusnya. Mari kita putus melalui anak2 kita yang sedang bertumbuh, jadikan mereka individu yang baik yang nantinya mereka juga dapat menghasilkan individu yang baik pula, begitu seterusnya, seperti dapat dianalogikan dengan film “PAY IT FORWARD”.
Tidak perlu juga kita mengkambinghitamkan pemerintah yang tidak bisa memecahkan masalah ekonomi atau ini itu, sehingga menyebabkan orang mengambil jalan pintas atau putus asa. Itu hanyalah alasan yang dicari-cari. Karena hidup kita tergantung dari diri kita sendiri, bukan dari oranglain. Tuhan memberi kita akal budi buat berpikir dan mengasihi, dan tangan buat bekerja dan membelai, bukan akal budi buat melamun dan tangan buat meminta dan bertopang dagu,atau tangan buat memukul dan menyakiti.

1 komentar:

  1. Nice! :)

    Tumben ngebahas beginian. Abis baca koran tentang penganiayan/pembunuhan anak?

    Bukan membela perilaku orang tua, tapi kadang kalo udah gelap mata dan emosi, setan paling gampang mempengaruhi individu tersebut, maka terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan.

    Tapi aku setuju sama pendapat mu, Din. Kekerasaan berasal dari kekerasaan. Jadi memang siklus kekerasaan itu kudu diputus, dimulai dari diri sendiri, dari keluarga sendiri.

    Yah semoga kelak kalau kau jadi ibu, enggak menjadi ibu yang kejam ya Din :D

    BalasHapus